Minggu, 01 Juli 2012

Tempat Tinggal Pengaruhi Obesitas


Asal dan tempat tinggal bisa menunjukkan karakter seseorang. Begitu juga dengan obesitas, bisa dipengaruhi asal dan tempat tinggal seseorang.
Pameo yang mengatakan siapa diri kamu bisa dilihat dari apa yang kamu makan. Dan, bagaimana kamu bersikap bisa dilihat dari asal dan tempat tinggalnya, ini menjadi inspirasi para peneliti Kanada untuk meneliti penyebab obesitas.

Hasilnya pun ternyata tak terlalu meleset. Sebab, obesitas dipengaruhi jenis makanan yang dikonsumsi dan lingkungan tempat tinggal seseorang. Para peneliti dari Canadian Institute for Health Information melakukan riset di 350 wilayah di Kanada, Australia, dan Amerika Serikat.
Wilayah yang dijadikan model penelitian adalah daerah masyarakat urban yang ekonomi dan perkembangan fisiknya rendah dengan mengombinasikan pola hidup dan makan. Kemudian, dipelajari kontribusinya terhadap pertambahan berat badan yang ideal dan sehat.
Hasil penelitian tersebut, menurut Kim Raine, Pemimpin Riset dan Direktur Centre for Health Promotion Studies, Universitas Alberta, masyarakat yang hidup di permukiman kelas menengah atas memiliki tubuh lebih aktif dan sehat dibandingkan masyarakat yang hidup di permukiman menengah ke bawah.
Selain itu, para peneliti menemukan orang yang hidup di permukiman masyarakat yang pendapatannya rendah, lebih mudah mendapatkan akses makanan fast food. Berbeda dengan masyarakat kelas menengah atas yang mudah mendapatkan akses makanan sehat dan bergizi di berbagai pasar dan supermarket.
"Kami menemukan sebuah pola bahwa masyarakat berpendapatan rendah kesulitan mendapatkan makanan sehat yang murah. Karena itu, mereka lebih memilih fast food. Padahal, makanan itu mengandung lemak dan kalori tinggi. Selain itu, masyarakat pendapatan rendah yang kebanyakan kaum urban jarang berolahraga dan memiliki kelebihan berat badan," papar Raine.
Raine menyatakan, masyarakat di wilayah urban jarang berolahraga karena kurangnya fasilitas dan sarana olahraga yang memadai. Berbeda dengan berbagai tempat tinggal masyarakat menengah atas yang dilengkapi fasilitas olahraga dan kesehatan yang baik. Namun, Raine mengatakan meski masyarakat kelas menengah atas memiliki fasilitas olahraga yang baik, tak berarti semua penghuninya tak terkena obesitas.
Masalahnya, karena memiliki berbagai kemewahan, masyarakat menegah atas lebih senang beraktivitas menggunakan kendaraan bermotor. Padahal, bisa saja semua aktivitas itu dilakukan dengan berjalan atau bersepeda. Akibatnya, tubuh yang jarang digerakkan menjadi tidak sehat dan berpotensi menimbulkan obesitas.
"Jika Anda tinggal di perumahan kuldesak (terbatas) dan beberapa fasilitas berada di luar kompleks, biasanya untuk pergi Anda lebih senang mengendarai mobil atau sepeda motor," papar Raine.
Jadi, dia menyarankan untuk mengurangi risiko obesitas di masyarakat permukiman urban, pemerintah setempat harus membuat kebijakan pemotongan pajak untuk bahan makanan. Dengan demikian, masyarakat berpenghasilan pas-pasan bisa mendapatkan makanan sehat dan bergizi yang murah atau terjangkau.
Sementara itu, bagi masyarakat di permukiman menengah ke atas yang memiliki fasilitas olahraga lebih lengkap dan akses lebih mudah mendapatkan makanan, meningkatkan kegiatan olahraga secara rutin. Dengan demikian, bisa membakar lemak dan kalori dalam tubuh. Sebab, banyaknya asupan makanan jika didiamkan akan bertumpuk.
Sementara itu, Profesor Yoshitaka Kaneita dari Universitas Nihon, Jepang, mengatakan, obesitas juga disebabkan kurangnya waktu tidur yang ideal. Menurut dia, orang yang kurang tidur dari lima jam setiap malam berisiko lebih besar mengalami obesitas dan diabetes.
Kesimpulan itu berdasarkan penelitian terhadap 21.693 lelaki pada 1999 sampai 2006. Lelaki yang sebelumnya tidak gemuk pada 1999, berat badannya bertambah 1,36 kali jika dia tidur kurang dari lima jam setiap malam dibandingkan lelaki yang tidur normal. Kurang tidur juga menyebabkan tingkat gula darah naik menjadi 1,27 kali.
Source : www.radarbanjarmasin.com